FRANCIS GALTON: INSPIRASI DI BALIK PEMBUNUHAN EGENETIKA
Ideologi
abad ke-19 lainnya yang penting, yang membantu meletakkan dasar-dasar fasisme
abad ke-20, adalah Francis Galton, dikenal sebagai pendiri teori “egenetika”.
Kita
telah membahas konsep egenetika. Konsep ini memandang manusia sebagai spesies hewan dan merupakan
hasil dari sebuah mentalitas yang mengkhayalkan
kaidah hewan diterapkan juga kepada manusia. Konsep ini memegang kepercayaan bahwa ras manusia
dapat dikembangkan dengan “metode pemeliharaan keturunan”, seperti yang dilakukan pada anjing
atau sapi. Berdasarkan teori
ini, masyarakat yang sakit dan cacat harus dicegah agar tidak berketurunan, (bahkan jika perlu, mereka harus
dibunuh), dan orang-orang yang sehat harus “dibuat lagi”
sebanyak mungkin untuk menjamin generasi-generasi selanjutnya yang kuat dan sehat. Kebijakan ini adalah kebijakan
yang diterapkan oleh negara-kota Sparta, dan dipertahankan
oleh Plato.
Dengan
dominasi agama Kristen, egenetika dipindahkan ke dalam rak sejarah yang berdebu. Hingga buku Darwin The
Origin of Species diterbitkan. Darwin memuat bab-bab
pembuka bukunya dengan topik pemeliharaan hewan, mengarahkan perhatian kepada para peternak yang
mengembangbiakkan kuda dan sapi yang lebih produktif,
dan kemudian mengemukakan bahwa metode-metode ini dapat dilakukan pada manusia. Pada akhirnya, adalah
keponakan Darwin, Francis Galton, yang memperluas
jalan bagi egenetika yang telah dibuka oleh pamannya, dan yang membawa topik ini ke tingkat dunia
dengan merumuskannya dalam program yang komprehensif.
Seperti
kita dapat bayangkan, Galton adalah pendukung dan pengikut Darwin yang sangat fanatik. Dalam
otobiografinya Memories of My Life, ia menulis:
Penerbitan
buku The Origin of Species karya Charles Darwin pada tahun 1859 membuka jaman baru yang penting dalam
perkembangan mentalku, seperti halnya dalam
pikiran manusia pada umumnya. Pengaruhnya menghancurkan rintangan dogmatis yang begitu banyak dengan satu
pukulan, dan membangkitkan semangat pemberontakan
terhadap semua otoritas kuno dengan berbagai pernyataan positif dan tanpa bukti mereka yang bertentangan
dengan ilmu pengetahuan modern.
Konsep-konsep
yang diej ek ol eh Galton sebagai “rintangan
dogmatis” dan “otoritas kuno” adalah sistem dan keyakinan reli gius.
Dengan kata lain, Darwin menyebabkan
“titik balik yang
hebat” pada
diri Galton, membuat ia melepaskan kepercayaannya,
dan berpaling pada ateisme dan rasisme, sisa-sisa paganisme.
Selain
Darwin, Galton juga dipengaruhi oleh ideolog evolusionis lainnya, yakni ahli ilmu fisika Prancis Paul Broca,
yang mengemukakan bahwa kecerdasan manusia berhubungan
langsung dengan ukuran otak, dan karenanya, juga ukuran kepala. Untuk “membuktikan” hal ini, ia membongkar kuburan-kuburan
di Paris dan mengukur
beratus-ratus tengkorak. Galton menyatukan takhyul Borca mengenai ukuran otak ini yang kemudian terbukti benar-benar
keliru dengan filsafat “pengembangbiakan hewan” dari Charles Darwin. Hasilnya adalah
teori “egenetika”, yakni
bahwa ras-ras tertentu dari umat manusia lebih unggul dari ras-ras lainnya, dan bahwa ras unggul tersebut harus dijaga
agar tak tercemar oleh ras-ras rendahan.
Galton
pertama kali menerbitkan gagasan-gagasannya pada 1869, dalam bukunya Hereditary Genius. Buku
itu membahas sejumlah “kejeniusan” dalam sejarah Inggris dan mengklaim bahwa mereka
memiliki ciri-ciri rasial murni. (Di antara “para Jenius” ini, ia tidak lupa mengikutsertakan
pamannya, Charles Darwin). Berkenaan dengan
klaim itu, Galton kemudian menyatakan bangsa Inggris secara bawaan memiliki darah yang unggul dari ras-ras
lain, dan perlu diambil langkah-langkah perlindungan
agar darah itu tidak tercemar. Ia menganggap teori -teori ini dapat diterapkan tidak hanya pada bangsa
Inggris, tetapi juga semua ras. Penulis KanadaIan Taylor mengungkapkan hal ini
dalam bukunya In the Minds of Men, di mana ia mengingatkan efek sosial dari
Darwinisme:
Yang
ia (Galton) kini punyai adalah klaim bahwa ras-ras tertentu unggul secara bawaan dan keunggulan mereka ditentukan
selamanya sej ak dulu hingga nanti… . Kesimpulan
berikutnya dari argumen Galton adalah bahwa demi masa depan umat manusia, pencemaran kelompok gen unggul
yang berharga karena percampuran dengan
keturunan rendahan harus dihentikan dengan segala cara.
Galton
menyatakan bahwa langkah-langkah hukum harus dilakukan untuk mencegah “ras-ras rendahan mengotori ras-ras
unggul”.
Menurutnya, perkawinan harus
diatur secara hukum. Untuk menamai teori rasis-evolusionisnya ini, Galton melihat ke dunia pagan yang pernah
mempraktikkan ideologi serupa. Galton-lah yang
menci ptakan dan pertama kali menggunakan kata “egenetika”,
dari bahasa Latin yang
artinya “kelahiran
baik”. Tak terelakkan, mereka yang
mempercayai Darwinisme, pastilah
juga mempercayai egenetika. Akhirnya, Masyarakat Edukasi Egenetika didirikan tahun 1907, bermarkas di
Departemen Statistika Universitas College, London.
Pada tahun 1926, namanya disederhanakan menjadi “Masyarakat Egenetika”.
Masyarakat
egenetika menyatakan bahwa semua orang cacat harus “disterilkan”. Putra Charles Darwin, L eonard Darwin,
adalah ketua organisasi ini sejak tahun
1911 hingga 1928, dan merupakan anggota paling aktif.
Setelah
di Inggris, egenetika mulai meraih dukungan di Amerika Serikat. Kelompok-kelompok evolusionis di sana
melakukan banyak sekali propaganda mengenai
hal ini pada tahun 1920-an dan 1930-an, dan beberapa negara bagian tertentu mensahkan undang-undang yang
dikenal dengan “Undang-Undang Sterilisasi”. Undang-undang ini mengijinkan
pensterilan laki-laki dan perempuan yang diyakini
secara genetis lemah atau sakit.
Undang-undang
tersebut saat ini dipandang di Amerika Serikat sebagai contoh kerugian rasisme. Bahkan, gagasan ini
sekarang dianggap sebagai takhyul yang sama sekali
bertentangan dengan fakta-fakta ilmu pengetahuan. Projek genom manusia telah memperlihatkan bahwa perbedaan
genetik antara ras-ras dan individu-individu sangat
kecil, dan bahwa sangat bodoh bila mencoba membuat kebijakan reproduksi berdasarkan hal itu. Ras-ras manusia
diciptakan setara oleh Allah. Dalam Al Quran, Allah
berfirman:
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al Hujuraat, 49:13)
Orang-orang
yang lemah dan sakit secara genetis harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang, dilindungi dan
dirawat, bukannya “disterilkan”. Namun alih-alih melakukan pendekatan ini, yang
diungkapkan Allah sebagai kewajiban moral religius, dunia Barat pada awal abad ke-20 malah
berpaling pada egenetika, sebuah produk paganisme
dan teori evolusi. Dan, skala kebiadaban yang diakibatkan oleh teori pagan-evolusioner ini akan terungkap
ketika kita mencermati kasus Jerman.
No comments:
Post a Comment